Total Tayangan Halaman

Sabtu, 12 Maret 2011

Tragedi Malam Pengantin

Dara itu tersenyum manis pada suaminya yang juga seorang lelaki muda berbadan sedang dan ganteng, namun mengapa saat itu aku merasa ia tersenyum untukku? Ah! dasar aku ini seorang bujang lapuk yang hobinya hanya mengintip saja dan tak berani sama sekali untuk mendekati makhluk wanita dimanapun dan kapanpun, tetapi herannya kalau mengintip dan menguntitnya aku berani. Kutepak dahiku sendiri, tolol! Mana mungkin senyum gadis itu untukku? Itu hanya untuk suaminya seorang, tak lebih! Selain itu dia tidak melihatku yang tengah menatapnya dari sela-sela jendela kamar di lantai dua yang mana lampu terasnya tak kunyalakan, sehingga mereka menyangka kalau rumahku ini masih kosong dan tak berpenghuni.

Mereka semua di dalam rumah itu kini dan aku tak berkutik sama sekali serta hanya dapat menunggu acara ramah tamahnya kerabat-kerabat mereka. Namun ternyata hanya kisaran setengah jam saja mereka di rumah itu, setelahnya aku kembali mendengar suara mesin mobil keduanya dihidupkan dan deru kedua mobil itu semakin jauh di telingaku. Inilah saat yang aku telah nanti-nantikan sejak tadi, aku kembali ke kamarku yang dindingnya telah bolong itu dan dengan hati berdebar-debar karena masih takut ketahuan aku menempatkan bola mataku lagi pada celah lobang dinding yang telah tembus ke kamar pengantin tersebut.

Dari celah dinding yang berlubang itu aku dapat mendengar suara langkah kaki bersepatu dara itu yang tengah menaikki tangga dan di akhiri dengan suara bukaan pintu kamar pelaminan tersebut. Hatiku semakin dag dig dug tatkala aku kembali melihat gadis itu dari jarak yang begitu dekat. Betapa sungguh cantik wajah dara itu dan masih begitu belia diusianya yang berkisar dua puluhan tahunan ini dengan busana pengantinnya yang masih lengkap berikut sepatunya.

Tertegun aku menikmati kecantikannya yang aduhai tak terlukiskan ini bak mutiara indah yang meluluh lantakkan isi hati setiap pria. Gadis itu tengah mematut-matut diri di depan cermin meja riasnya membelakangiku, namun raut wajahnya masih dapat kulihat dengan jelas pada pantulan cermin yang menghadap ke posisi tempatku mengintip. Kulihat ia tersenyum manis sekali di hari dalam kehidupannya yang baru itu, mungkin ia sangat bahagia sekali berpasangan dengan suaminya yang telah kulihat pula begitu serasi dengannya tadi.

Aku semakin gembira saja membayangkan hal yang sebentar lagi akan terjadi diantara mereka itu, karena sebentar lagi mereka akan melakukan ritual malam pertama sebagai kewajiban dari pasangan suami istri yang telah mengikat diri dalam mahligai perkawinan. Kini untuk memastikan keadaan aman untuk selanjutnya, aku melihat situasi depan rumahku untuk kedua kalinya, namun kali ini aku melihat sesuatu yang membuat aku terkejut.

Pintu pagar rumah sebelahku tengah di loncati oleh tiga orang tak dikenal yang bertubuh gelap diantara penerang lampu yang begitu remang-remang dan kejadian itu begitu sangat cepatnya sehingga membuatku takut setengah mati. Pasti ketiga lelaki itu berniat jahat kepada penghuni rumah pengantin baru ini, namun belum lagi jelas aku melihatnya, tubuh ketiga lelaki itu telah melesat masuk kedalam rumah tersebut. Ingin rasanya aku berteriak untuk mencegah kejadian itu, tetapi aku sama sekali tidak mempunyai keberanian untuk melakukannya. Apalagi aku sempat melihat ketiga sosok lelaki itu bertubuh jauh lebih besar dariku yang kerempeng ini serta bernyali kecil. Otomatis aku hanya dapat terpana untuk beberapa saat.

Lalu terdengar suara dari daun jendela yang dibuka paksa di lantai bawah rumah sebelahku itu, disertai keributan sesudahnya. Aku mengintip kembali pada celah dinding kamar itu dan kudapati gadis pelaminan itu wajahnya yang cantik berubah menjadi pucat akibat dilanda keterkejutannya dengan adanya ribut-ribut di bawah itu. Ia bangkit dari duduknya dari meja rias dan bergegas membuka pintu kamarnya untuk melihat apa yang tengah terjadi di bawah dimana sang suaminya masih berada. Namun terlambat, karena salah satu sosok tamu tak diundang itu membarenginya masuk ke kamar itu seraya menahan laju tubuh gadis cantik ini dan mendekapnya.

"Ahh..! Siapa ini?! Lepaskan! Aah.. tol.. hmmpph!", jerit gadis itu yang langsung tertahan oleh bekapan telapak tangan sosok pria berkulit gelap yang bertubuh besar dan sangat kekar itu.

Seseorang dari belakang lelaki itu menyusulnya dan membantu lelaki pertama yang mendekapnya tadi yang masih dalam posisi berdiri berhimpitan sambil mendekatkan sebilah belati yang telah terhunus di leher jenjang gadis mempelai itu yang putih mulus.

Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar