Total Tayangan Halaman

Sabtu, 12 Maret 2011

Pemerkosaan Hasti

Hasti hanya dapat menangis merasakan penis lelaki itu yang telah mengeras digosokkan di belahan pantatnya. Kemudian perlahan tapi pasti, dibantu lotion yang telah diselipkan dilubang pantatnya, penis itu melesak paksa di anus Hasti yang kencang dan sempit. Tubuh Hasti bergetar kesakitan. Dan ia mulai disodomi dengan kasar. Lelaki itu menyentak-nyentak sesukanya. Sambil menjambak rambut Hasti hingga ia tengadah. Hasti mendengking-dengking seperti anjing. Anusnya kempot dan monyong mengikuti penis pemerkosanya.

Perih dan ngilu. Sumpal mulut Hasti kini basah kuyup oleh air liur dan air matanya. Perutnya terasa penuh, perih hingga ke pusarnya. Hasti tiba-tiba merasa ia harus buang air besar. Apalagi pemerkosanya menekan2nya dengan keras diatas kasurnya. Tiba-tiba lelaki itu menarik rambut Hasti dan menekan sedalam-dalamnya didalam pantat Hasti. Saat itu juga Hasti merasakan cairan sperma yang hangat menyembur di dalam lubang pantatnya. Hasti pingsan.

Hasti terbangun ketika matahari terbit. Ia tergeletak diatas kasurnya. Cairan sperma kering bercampur cairan vagina dan cairan kekuningan menodai seprei dan pantatnya. Ia telanjang bulat.

Hasti Prana Wengrum namanya, mahasiswi universitas negeri di Palembang, jurusan Teknik Sipil. Bertubuh sintal, hitam manis, rambutnya lurus sebahu.

Hasti terkejut ketika seorang anak kecil menghampirinya. Memberikan sebuah amplop putih. Pagi ini ia diajak keluarganya pergi jogging di lapangan Sriwijaya. Suasana cukup ramai pagi itu, walaupun matahari belum sepenuhnya terbit. Setelah satu keliling keluarganya memisah. Hasti membuka amplop itu dan hampir terjerit kaget. Ada beberapa lembar foto. Foto dirinya. Saat diperkosa di malam yang menyeramkan itu. Foto-foto itu memperlihatkan tubuh telanjangnya tengah disetubuhi, disodomi, oral sex. Memang saat itu ia pingsan. Ternyata selama pingsan ia terus dikerjai dan difoto.

Dengan gemetar Hasti membaca sepotong kertas yang ada dalam amplop tersebut.

“Hai lonte, lari pagi ya..? Coba masuk ke dalam stadion, dewean. Kalo tidak foto-foto ini bakal tersebar kemano-mano. Ditunggu!”

Hasti melihat sekeliling, suasana cukup ramai. Tak mungkin mereka mengerjainya. Dengan gugup ia melangkah ke arah pintu stadion.

Suasana masih cukup gelap. Lampu-lampu stadion memang tidak ada yang hidup. Suasana lembab dan tidak terawat. Hasti menaiki tangga stadion. Tiba-tiba dibelakangnya muncul beberapa laki-laki berperawakan besar. “Terus Hasti, naik terus ke paling pucuk” mereka mengancam sambil mendekati Hasti. Hari itu Hasti mengenakan kaos putih dan short selutut dengan sepatu olahraga. Hasti dan gerombolan itu naik ke bangku paling atas. Suasana remang-remang dan dingin. Hasti gemetar melihat ada 6 orang yang berdiri dihadapannya. Menyeringai liar.

“Nak ngapo kamu?” dengan gugup Hasti bertanya.
“Dak usah banyak ngomong…. Mulailah buka baju!” mereka berenam mengelilinginya. Hasti terkejut. Dari atas mereka dapat melihat keramaian di bwh, walaupun suasana masih sedikit remang.
“T..tapi… rame…”
“Kalo idak foto kau ni bakal tersebar kemano-mano?”

Hasti mulai menangis. Ia tak menduga ia akan dilecehkan di tempat umum seperti ini.

“Ayo cepet! Sbentar lagi terang, galak kau dijingok wong??” Hasti benar-benar terjepit. Maka sambil memejamkan matanya Hasti mulai membuka kaosnya. Para pemerkosanya terkesima melihat tubuh sintalnya, buah dadanya yang dibungkus bra putih berenda. Sungguh bulat dan kenyal. Disaksikan keenam lelaki itu Hasti mencopot branya. Lambat dan gemetar. Ia tak sadar justru dengan gerakannya itu para penyiksanya semakin terangsang.

“Ayo, bawahnyo jugo! Cepet!”

Dengan cepat salah seorang dari mereka mengambil bra dan kaos Hasti. Ia akan dilecehkan habis-habisan. Hasti mulai memelorotkan shortnya. Sedikit sulit karena harus melewati sepatu olah raganya. Kemudian celana dalam katunnya menyusul. Mereka mengambil semua pakaiannya. Hasti berdiri kedinginan, berusaha menutupi payudaranya dan kemaluannya. Smentara keenam lelaki itu menontonnya.

“seksi kan?”
“Bener… bener montokk….”
“Ayo, pegangan samo pagar itu!”

Hasti dipaksa berpegangan dipagar pembatas. Sehingga ia dapat melihat lapangan yang ramai itu. Dengan posisi sedikit membungkuk seperti itu, pantatnya yang bulat itu menungging sangat mengundang. Hasti mulai digilir. Hasti memejamkan matanya ketika seseorang mulai menggagahinya dengan paksa dari belakang. Melenguh lenguh bernafsu sambil meremas-remas dadanya yang kejal. Menarik-narik putingnya yang menegang dan keras. Vaginanya terasa perih dan ngilu. Mereka tidak memeberinya kesempatan untuk cukup terangsang. Hasti memejamkan matanya, meringis tersengal sengal sambil menahan suaranya, menggigit bibirnya. Berharap semoga tidak ada yang melihatnya dari bawah.

“Okkkhhhh….!!!” Lelaki yang tengah menyetubuhinya mencengkeram erat payudara Hasti dan menyentak dalam. Spermanya memancar deras di rahim Hasti. Hasti masih terengah engah ketika lelaki kedua mulai menyetubuhinya pula. Sementara itu tangannya terasa diikatkan pada pegangan pagar yg terbuat dari besi bundar. Sehingga Hasti tak sanggup bergerak lagi. Ia hanya mengenakan sepatu olahraganya, telanjang bulat. Lelaki ketiga maju. Hasti semakin sulit menahan berdirinya. Kakinya gemetar. Sementara matahari mulai muncul. Tiba-tiba seseorang dari mereka menyumpalkan celana dalamnya ke mulut Hasti hingga ia terbekap. “MMmHH… mhhh!” hasti benar-benar tak berdaya. Ia secara reflek meronta ketika dirasakannya penis pemerkosanya menggosok di lubang anusnya. Tapi dengan cepat keenam lelaki itu memegangi tubuhnya.

“Ayo… juburilah!”

“NGGHHHMMMHHH!!!!” Hasti meraung tertahan ketika batang penis yang mengeras itu melesak paksa di lubang duburnya. Kemudian ia menyentak hingga masuk sepenuhnya.
“MMMMHHHH!” Hasti menangis tersedu sedu, sementara pemerkosanya mulai bergerak menyentak-nyentak. Sementara yang lain memegangi tubuhnya sambil meremas-remas payudara Hasti dan sekujur tubuh sintalnya. Anus Hasti pun dipaksa kempot dan monyong mengikuti penis pemerkosanya.

Selanjutnya penyiksaan itu dilanjutkan orang keempat hingga keenam. Mereka memang lebih suka mensodominya. Karena pantatnya yang montok dan jepitan anusnya yang kencang. Sementara ia dikerjai, yang lain terus menggerayangi tubuhnya. Ketika lelaki terakhir memuncratkan spermanya di pantat Hasti, matahari mulai bersinar. Dengan cepat mereka membuka ikatan tangan Hasti hingga ia terkulai tak berdaya di lantai yang dingin.

“Jangan ngadu kalo dak pengen jadi bintang he he…” Ancam mereka. Hasti pingsan lagi. Ia hanya mengenakan sepatu olahraganya.

Hasti tersentak. Ia tahu sinar matahari bersinar terang. Matanya tertutup dan mulutnya dibungkam. Gadis itu masih tergeletak di lantai yang dingin, tangan terikat dibelakang, dan kaki terikat menjadi satu. Ia masih telanjang. Hanya mengenakan sepatu olah raganya. Saat itu terdengar suara beberapa anak muda. Beberapa anak SMA yang ingin bermain bola tercengang melihat tubuh montok Hasti.

“Oii cewek,…!”
“Habis diperkosa caknyo…”
“Montok jugo yo…”

tiba-tiba Hasti merasakan beberapa tangan mulai merabai buah dada dan putting susunya. “MMMHH!!! MMMHH!!!” Hasti berusaha meronta. Ia baru saja digilir 7 orang, dan tak bisa membayangkan berapa pemuda yang kini berdiri menggerayangi tubuh polosnya.

“ah sudahlah, kito pakek be..”
“Iyo, dio jg dak biso jingok siapo kito!”
“MMMHH!!!”

Tubuh sintal Hasti dilentangkan. Beberapa tangan memeganginya sementara yang lain membuka ikatan kakinya dan membentang pahanya. Sementara yang lain menggerayangi tubuhnya sambil memeganginya, mereka mulai bergiliran menggagahinya. Vaginanya mulai disodok sodok bergiliran. Hasti hanya mampu menangis tak berdaya berharap mereka puas dengan cepat. Ia membayangkan dirinya kini di tengah keramaian di siang bolong. Dikelilingi pemuda-pemuda tanggung yang tengah bernafsunya yang siap menggarapnya bergiliran. Samar-samar Hasti mendengar teriakan pertandingan bola di lapangan, berarti akan semakin banyak penonton. Hasti tak membayangkan bahwa hari itu dua sekolah tengah bertanding dan kini para penonton dan pemain mendapatkan bonus: tubuh sintalnya.

Maka sepanjang siang Hasti disetubuhi dengan berbagai posisi. Dengan tangan terikat dan mulut terbungkam. Bahkan beberapa berani mensodominya.

Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar