Total Tayangan Halaman

Sabtu, 12 Maret 2011

Perkosaan Terselubung

Tidak membuang momentum ini tangan kanannya meremas payudara kiriku, memuntir puting susuku dan mencubit-cubit gemas sesekali. Sementara tangan kirinya bergerak ke payudara kananku, bibir berkumisnya merosot ke perutku menciumi dan menjilat berulang-ulang. Rasa geli tersapu kumis kembali melambungkan aku ke awang-awang. Kini kedua tangannya memijat dan mengusap kedua belah dadaku dengan gerakan yang simetris. Bibirnya terus merosot ke bawah perutku semakin cepat dan menuju belahan labiaku. Ya Tuhan aku tahu ini akan terjadi. Aku tak tahan lagi. Napasku makin tersengal-sengal tidak karuan. Jantungku berdebar-debar keras.

“Ah, sshhhh, a...aa.. aaahhah. Ahahhh.”

Vaginaku dijilat dan dilumat dengan ganasnya. Klitorisku digigit gigit dan dikulum. Punggungku secara reflek melengkung karena nikmatnya hampir merasuk sampai ke tulang sunsumku. Tangannya yang kekar masih terus memijat dan mengusap buah dadaku yang montok. Kini kedua tanganku memegang kedua tangannya. Aku takut terbang tinggi dan tak pernah kembali ke bumi lagi. Tanpa sadar kakiku terbuka lebar-lebar. Vaginaku basah dan hangat sekali.

“Masukin sayang masukin..” pintaku memelas menginginkan batang penisnya.

Perlahan aku rasakan penis besar itu menerobos masuk cepat ke liang vaginaku. Lalu keluar lagi dan masuk lagi dengan cepat. Liang vaginaku mengembang mengempis semakin lama semakin cepat. Rasa malu karena disetubuhi, rasa malu karena dua insan manusia yang baru mengenal saling menggosokkan kelaminnya yang berlendir, dicampur rasa sayangku pada Bram membuatku hasrat seksualku makin memuncak. Aku sudah hampir mencapai surga tingkat ke tujuh. Kedua kakiku merangkul erat pinggulnya. Aku dan dia kini bukan lagi dua melainkan satu. Selama-lamanya aku dan Bram tak akan berpisah.

“Aaah, aaah, aaah, aaaah.”

“Ohh, oh, oh, oh, oh, I love you honey.”

Liang vaginaku mengembang-kempis makin cepat digosok batang penisnya yang keras. Suara kecipak lendir menggema di tengah kegelapan berbarengan dengan desah napas kami yang memburu. Aku merasa malu sekaligus merasa sayang pada keperkasaannya. Oh Bram bawa aku ke surga bersamamu. Tanganku menarik bahu Bram mengajaknya saling mengkulum bibir dan menukar ludah. Mencair dan melebur bersama. Kita ke surga bersama. Bahu Bram berhasil kuraih. Wajahnya mendekat ke wajahku. Samar-samar dalam gelap aku melihat paras wajahnya.

TAPI dia bukan Bram. Siapa dia, demi Tuhan?
“Si- siapa? MMmmh”

Bibir orang asing melumat bibirku tanpa mempedulikan pertanyaanku. Lidahku dipermainkan oleh lidahnya. Liang vaginaku mengembang-kempis makin cepat digosok batang penisnya yang keras. Suara kecipak lendir menggema di tengah kegelapan berbarengan dengan desah napas kami yang memburu. Kenikmatan yang luar biasa nyaris menghilangkan kesadaranku. Aku tidak peduli lagi sekarang. Oh Tuhan aku mencapai surgaMu.

“Aaaahhh..”
“Ooohh Baby I Love Youuu.”

Air mani pria ini menyembur hangat ke liang vaginaku bersamaan dengan gempa bumi orgasme yang aku alami. Tubuhku lemas ketika kami berpelukan dengan napas tersengal-sengal. Perlahan napas kami kembali normal. Seketika kesadaran dan rasioku mengambil alih. Kudorong pria ini keras-keras dengan kedua tangan dan kedua kaki ku.

“Siapa kamu? BANGSAT!” Dalam hati aku ragu apakah aku benar-benar marah pada pria ini yang telah memberi kenikmatan seks yang luar biasa malam itu.

“Dia temanku!” sahut Bram.

Klik. Lampu kamar menyala. Aku lihat Bram berdiri di samping pintu kamar dengan wajah tertunduk menyesal. Aku terkejut. Lalu serta merta aku menoleh ke pria di atas ranjang. Pria ini malah menyeringai dengan mimik penuh kepuasan. Aku mengenalnya. Dia salah satu nasabah prioritas yang sering menyambangi kantorku. Dialah yang dengan pandangan mesum menggerayangi seluruh wajah dan leherku di kantor. Kini dia menggerayangi seluruh lekuk tubuhku yang telanjang dengan penuh kemenangan.

“Kamu luar biasa sayang! Tubuhmu nikmat sekali.”
“A-A-Apa? Bram! Apa maksudnya semua ini?”

Aku nyaris menangis. Aku merasa dipermalukan. Air mani pria itu masih lengket dan hangat di liang vaginaku. Perlahan-lahan air maninya meleleh menuruni pahaku yang mulus dan jenjang. Kini aku menangis. Air mataku menggenang di kedua pelupuk mataku. Bagaimana aku bisa menghadapi nasabahku ini di kantor besok?

“Maafkan aku sayang. Tagihan cicilan Honda Jazz dan rumah ini tak mampu aku lunasi.
Aku... Maafkan aku,” Bram tak sanggup berkata-kata lagi.

Aku pun berlari keluar meninggalkan kamar.

Bram ternyata telah menjual aku untuk melunasi cicilan kredit mobil dan rumah. Teman Bram yang menyetubuhi aku adalah direkturnya di kantor. Karena berkeluh kesah terus mengenai masalah keuangannya, direkturnya menyarankan Bram untuk menjual aku dengan harga Rp 100 juta semalam. Berbulan-bulan aku merenungi malam yang luar biasa itu. Sebuah perkosaan terselubung. Perkosaan yang sangat aku nikmati.

Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar